Namaku adalah Darmawan, siswa biasa memanggilku dengan sebutan Oes. Aku adalah seorang guru di sebuah sekolah di Kabupaten Malang. Oleh sekolah, aku diberi amanah untuk menjadi guru mata pelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama. Hingga tulisan ini kubuat, sudah tujuh tahun aku menjadi seorang guru. Awalnya, tidak ada gambaran sedikitpun bagiku untuk menjadi seorang guru, motivasi itu muncul ketika pertama kali aku menonton sebuah drama jepang berjudul GTO ketika kelas 2 SMU. Drama tersebut mengisahkan seorang guru yang diberi tugas menjadi walikelas di kelas paling bermasalah di sekolah tersebut. Metode dan seni guru tersebut dalam melihat dimensi siswalah yang membuatku merasa guru adalah profesi yang sangat keren. Meskipun tidak seratus persen sama, tapi aku benar-benar menikmati hal- hal menarik selama ini.
Hal yang berkesan adalah selama ini selalu kujumpai siswa-siswa yang kuanggap hebat. Hebat yang kumaksudkan bukan siswa yang pandai atau bintang kelas, namun siswa yang berhasil melakukan hal yang secara perhitungan matematis memiliki probabilitas yang kecil sekali. Aku selalu menyebutnya dengan istilah "Hit The Wall". Siswa- siswa tersebut adalah Faiz Hannief yang dengan kemampuannya yang dapat dikatakan biasa saja mampu menaklukan Olimpiade Matematika dengan program bimbingan yang luas biasa ketatnya. Hebatnya lagi, dari info yang saya dapat dari adiknya kini Faiz kuliah di ITB yang menjadi impian seluruh anak di Indonesia. Selain Faiz, terdapat juga siswa lain seperti Fauzan Dzaki yang terkenal selalu gagal di babak penyisihan ketika mengikuti olimpiade matematika namun selalu cuek dan terus menerus belajar dan mencobanya. Meskipun sampai akhir dia tidak berhasil, namun dia berhasil mendapatkan nilai sempurna dalam ujian nasional matematika.
Selain itu, dengan menjadi guru, aku merasa seolah-olah dapat menjadi seorang konselor bagi mereka dan menjadi teman bagi mereka. Salah satu kejadian menarik itu adalah ketika aku dan Boy melakukan pertandingan yang aku namai dengan "pertandingan yang tak seimbang". Aku menantangnya bertanding lari mengelilingi lapangan sebanyak mungkin. Disebut tak seimbang, karena ketika itu aku berada pada kondisi yang tidak memungkinkan, sedangkan dia dalam kondisi fit. Hal itu itu kulakukan agar dia punya greget untuk melakukan sesuatu. Sayanganya, dia kalah dariku yang notabene dia lebih berpeluang menang. Kemudian kuajak bertanding kembali selepas dia lulus SMP, namun bukan untuk berlari. Pertandingan melakukan hal yang sepertinya tidak mungkin kita lakukan. Diluar ekspetasiku, di pertandingan ini dia menang. Beliau mengatakan kepadaku bahwa di semester ini mendapat peringkat tiga di kelas, sedangkan akupun juga berhasil menundukkan tantangannya, mencapai Puncak Panderman. Karena sudah kesepakatan, kami saling mentraktir makanan via pos.
Melalui sekolah ini pula aku mendapat banyak hal-hal menarik dan unik. Teringat dalam memori ketika akan berangkat menuju Jakarta bersama ketiga siswa ku tahun 2012. Kami berangkat via kereta api. Karena kami sempatkan sholat jumat di sekolah, kami berangkat ke stasiun pukul setengah satu. Alhasil kamipun sampai di stasiun pukul setengah dua kurang lima menit sedangkan pada tiket tertera jam keberangkatan pukul 13.27. Dengan rasa cemas, khawatir, dan deg-degan kami berempat lari menghampiri kereta. Beruntungnya kami, setelah melalui peron, kami menjumpai kereta yang belum berangkat, kamipun menyuruh mereka langsung naik kereta. Begitu kami naik, seketika itu pula kereta langsung berjalan. Pengalaman yang cukup menguras adrenalin. Serasa tidak merasa kapok, hal tersebut terulang kembali ketika aku mengantarkan 10 orang siswa mengikuti lomba presenter di Sidoarjo tahun 2017. Kami juga nyaris tertinggal kereta, Kala itu kami sampai di tempat pengecekan karcis. Karena kami bersebelas, kami membutuhkan waktu sedikit lama untuk mengeceknya. suara bel peringatan stasiun membuatku semakin panik, namun akhirnya kami berhasil masuk kereta di satu menit terakhir.
Pengalaman lain yang tidak kalah serunya adalah ketika aku bersama kelasku membuat acara nonton bareng, Kami melakukannya sekitar pukul delapan malam dengan ditemani nasi lalapan dan minuman coklat yang dingin. Aku menganggapnya aneh, karena saat itu Malang lagi dingin-dinginnya. Lebih gila lagi, ketika film diputar, ternyata film yang diputar adalah film horor. Lengkaplah sudah suasana mencekam ditengah minuman dingin di udara yang dingin pula. Menariknya, saat itu ada seorang siswa yang terbawa film hingga mengaku diganggu oleh sesosok halus.
Sekolah memang adalah tempat yang memberikanku banyak pengalaman dan pembelajaran. Melalui sekolah, akupun belajar mengenai sesuatu hal terpenting bagi seorang guru. Yang kuingat adalah pembelajaran berharga yang diberikan oleh angkatan 19 yang biasa dipanggil "Union". Angkatan 19 adalah angkatan yang dikenal sebagai angkatan yang paling merepotkan dan sering membuat masalah, seperti seringnya membolos sekolah, kabur dari sekolah, pembullian dan perkelahian, hingga menjebol tembok asrama. Seperti yang lainnya, akupun merasa tidak ada harapan dengan angkatan ini. Namun semua itu ternyata sebuah kesalahan, karena angkatan yang bermasalah tersebut kini menjadi angkatan yang paling berprestasi ketika lulus. Banyak prestasi yang mereka buat, mulai juara internasional, duta kesehatan, juara beladiri, dan lain-lain. Melalui hal tersebut aku menyadari bahwa pendidikan adalah bukanlah seperti memasak mie instant yang matang dalam waktu singkat. Pendidikan merupakan sebuah proses yang memerlukan waktu. Seorang pendidik harus selalu sabar dan selalu berpikir positif terhadap siswanya. Sungguh pembelajaran yang mahal sekali.
Jika kita berbicara mengenai sekolah, seribu penapun tidak akan cukup untuk melukiskannya. Namun semoga catatanku yang sedikit ini dapat menjadi sebuah inspirasi bagi kita semua. Guru tidak hanya sebatas bagaimana kita lihai dan piawai dalam membuat administrasi pembelajaran atau mengenai terampilnya kita dalam membawakan sebuah mata pelajaran di kelas. Beliau hadir karena siswanya.
Melalui sekolah ini pula aku mendapat banyak hal-hal menarik dan unik. Teringat dalam memori ketika akan berangkat menuju Jakarta bersama ketiga siswa ku tahun 2012. Kami berangkat via kereta api. Karena kami sempatkan sholat jumat di sekolah, kami berangkat ke stasiun pukul setengah satu. Alhasil kamipun sampai di stasiun pukul setengah dua kurang lima menit sedangkan pada tiket tertera jam keberangkatan pukul 13.27. Dengan rasa cemas, khawatir, dan deg-degan kami berempat lari menghampiri kereta. Beruntungnya kami, setelah melalui peron, kami menjumpai kereta yang belum berangkat, kamipun menyuruh mereka langsung naik kereta. Begitu kami naik, seketika itu pula kereta langsung berjalan. Pengalaman yang cukup menguras adrenalin. Serasa tidak merasa kapok, hal tersebut terulang kembali ketika aku mengantarkan 10 orang siswa mengikuti lomba presenter di Sidoarjo tahun 2017. Kami juga nyaris tertinggal kereta, Kala itu kami sampai di tempat pengecekan karcis. Karena kami bersebelas, kami membutuhkan waktu sedikit lama untuk mengeceknya. suara bel peringatan stasiun membuatku semakin panik, namun akhirnya kami berhasil masuk kereta di satu menit terakhir.
Pengalaman lain yang tidak kalah serunya adalah ketika aku bersama kelasku membuat acara nonton bareng, Kami melakukannya sekitar pukul delapan malam dengan ditemani nasi lalapan dan minuman coklat yang dingin. Aku menganggapnya aneh, karena saat itu Malang lagi dingin-dinginnya. Lebih gila lagi, ketika film diputar, ternyata film yang diputar adalah film horor. Lengkaplah sudah suasana mencekam ditengah minuman dingin di udara yang dingin pula. Menariknya, saat itu ada seorang siswa yang terbawa film hingga mengaku diganggu oleh sesosok halus.
Sekolah memang adalah tempat yang memberikanku banyak pengalaman dan pembelajaran. Melalui sekolah, akupun belajar mengenai sesuatu hal terpenting bagi seorang guru. Yang kuingat adalah pembelajaran berharga yang diberikan oleh angkatan 19 yang biasa dipanggil "Union". Angkatan 19 adalah angkatan yang dikenal sebagai angkatan yang paling merepotkan dan sering membuat masalah, seperti seringnya membolos sekolah, kabur dari sekolah, pembullian dan perkelahian, hingga menjebol tembok asrama. Seperti yang lainnya, akupun merasa tidak ada harapan dengan angkatan ini. Namun semua itu ternyata sebuah kesalahan, karena angkatan yang bermasalah tersebut kini menjadi angkatan yang paling berprestasi ketika lulus. Banyak prestasi yang mereka buat, mulai juara internasional, duta kesehatan, juara beladiri, dan lain-lain. Melalui hal tersebut aku menyadari bahwa pendidikan adalah bukanlah seperti memasak mie instant yang matang dalam waktu singkat. Pendidikan merupakan sebuah proses yang memerlukan waktu. Seorang pendidik harus selalu sabar dan selalu berpikir positif terhadap siswanya. Sungguh pembelajaran yang mahal sekali.
Jika kita berbicara mengenai sekolah, seribu penapun tidak akan cukup untuk melukiskannya. Namun semoga catatanku yang sedikit ini dapat menjadi sebuah inspirasi bagi kita semua. Guru tidak hanya sebatas bagaimana kita lihai dan piawai dalam membuat administrasi pembelajaran atau mengenai terampilnya kita dalam membawakan sebuah mata pelajaran di kelas. Beliau hadir karena siswanya.
0 comments:
Post a Comment