Kekuatan Dahsyat Dari Allah
Sumber gambar: http://tipsyoman.blogspot.com/ |
Mimpi, sebuah kata yang sangat
mudah untuk diucapkan namun sangat susah untuk diwujudkan. Bahkan, bagi
sebagian orang mimpi adalah sebuah api yang berkobar dan menyala, namun
kobarannya hanya sesaat dan tidak bertahan lama. Itulah alasan mengapa banyak
orang yang begitu bersemangat untuk mewujudkan mimpi dan harapannya dan
kemudian ia tidak melanjutkan mimpinya atau pindah kepada hal lain karena dia
rasa mimpinya hanyalah harapan yang tidak mungkin , tidak rasional, atau bukan
takdir bagi dia.
Meskipun
demikian, tidak semua orang memiliki pandangan demikian. Ada pula orang yang
tetap kukuh bertahan dengan cita citanya meskipun itu susah. Pringga adalah
salah satu dari kesekian orang tersebut. Terlahir dari keluarga yang biasa
biasa, Pringga bercita cita ingin melanjutkan ke fakultas kedokteran di salah
satu universitas negeri di Kota Malang. Bagi kebanyakan orang termasuk penulis
sendiri waktu itu, mimpi Pringga terbilang cukup bernyali sekali, pasalnya
Pringga adalah siswa yang kurang bias dalam pelajaran eksak, terutama
matematika dan fisika. Padahal untuk
dapat menembus tes masuk perguruan tinggi negeri saingannya cukup ketat,
terutama fakultas-fakultas yang diminati seperti fakultas kedokteran. Sehingga,
kemampuan akademik sangat menunjang untuk keberhasilan dalam tes. Tidak hanya
itu, fakultas kedokteran tergolong fakultas dengan biaya yang terbilang mahal.
Bagi
Pringga, prediksi prediksi tersebut tidak menjadikannya patah semangat.
Sebaliknya, dengan kekurangan yang dia miliki dan hambatan-hambatan yang ada
membuat dia semakin semangat dalam
mewujudkan mimpinya. Dia tidak malu mengungkapkan cita citanya tersebut
kepada teman-temannya agar dia lebih semangat lagi.
Hampir
setiap malam, Pringga datang ke rumahku untuk belajar matematika. Selama
belajar matematika, Pringga adalah murid yang paling susah paham ketika diajari
matematika dibandingkan murid murid lesku yang lainnya. Hal ini terbukti ketika
membahas sebuah soal, aku perlu mengulang membahasnya selama beberapa kali
hingga paham juga. Parahnya lagi, dia sering lupa penjelasanku pada pertemuan
sebelumnya, jadi aku sering mengulanginya ketika awal awal belajar. Sejujurnya,
capek juga mempunyai murid yang susah paham seperti Pringga ini, namun rasa
capek itu seketika hilang melihat rona matanya yang serius dalam belajar. Salah
satu bukti dari keseriusannya dalam belajar, dia selalu membawa beberapa lembar
kertas HVS kosong ketika belajar sebagai tempat hitung hitungan dan alat tulis
berupa pensil , pulpen, dan spidol. Maksudnya, ketika HVS yang berfungsi
sebagai kertas hitung-hitungan tersebut sudah penuh dengan coret coretan
pensil, dia kemudian menindasnya dengan pulpen sebagai tempat coret-coretan,
dan jika coret-coretan pulpen tersebut sudah penuh, dia akan menindasnya lagi
dengan menggunakan spidol. Tidak terbayangkan berapa kali dia mengerjakan soal
dan berapa kalipula dia mengulang ulang soal tersebut ketika belajar.
Ketika
UN semakin dekat, Pringga semakin sering ke rumahku. Terkadang dia tidur di
kamar atas rumahku karena kemalaman belajar. Yang membuat aku merasa takjub,
dia selalu bangun lebih dahulu daripada aku, bahkan nenekku yang selama ini
rutin sholat tahajud kalah cepat dalam hal bangun ketimbang dia. Pernah aku
terbangun sebelum subuh, kira kira pukul tiga pagi, kudapati dia tengah asyik
sujud bersimpuh. Hal ini selalu kudapati
ketika dia menginap ke rumahku. Sungguh seorang pemuda yang hebat, belajar
hingga larut malam, tetapi sepertiganya selalu dia gunakan untuk bersujud
bersimpuh menghadap Allah SWT.
Akhirnya
saat yang ditunggu-tunggu tiba,yakni UN matematika. Dengan mengendarai sepeda
ia berangkat menuju sekolah. Sesampai disana dia agak heran ketika menjumpai
bahwa disekelilingnya sepi, seorang guru menjumpainya dan menyuruhnya untuk
masuk langsung, rupanya dia terlambat masuk. Dengan tenang dan penuh harap
kepadaNya dia kerjakan 40 butir soal yang diujikan. Sebulan kemudian, dia
mengabarkan kepadaku bahwa dia lulus dan mendapatkan nilai matematika lumayan
bagus, yakni 6.75. Tidak seberapa bagus sih, namun dia sudah berhasil mengatasi
“matematika” yang merupakan kelemahannya. Ketika saya Tanya mengenai perihal
perguruan tinggi yang dia inginkan, dengan percaya dirinya dia mengatakan
kepadaku fakultas kedokteran Brawijaya jurusan kedokteran atau keperawatanadalah
pilihannya. Dalam benakku, sangat kecil sekali probabilitasnya dia bisa lolos
dan diterima di perguruan tinggi yang dia inginkan, tapi sebagai kakak kelas
dan guru lesnya aku tidak boleh menunjukkan raut muka seperti itu ketika
bertatap muka dengan dia.
Suatu
hari ketika aku berjalan jalan menggunakan sepeda kearah stasiun Kota Malang,
aku berhenti sebentar menyempatkan waktu untuk membaca harian yang terdapat
pada majalah dinding kota. Begitu terkejutnya aku ketika mendapati nama Pringga
Adityawan diterima di fakultas kedokteran Universitas Brawijaya. Waktu itu, aku
sangat merinding sekali membaca. Teringat pula pada salah satu kutipan ayat di
dalam Al Quran “jadilah maka terjadilah”. Disaat itulah aku menjadi percaya
bahwa tidak ada sesuatu yang tidak mungkin terjadi di dunia ini jika Allah
menghendakinya dan sebagus apapun prediksi dan perhitungan yangdibuat oleh
manusia akan sesuatu hal, tetap tidak akan bisa mengalahkan kehendak Allah.
Tujuh
tahun berlalu sudah. Aku sudah tidak pernah bertemu kembali dengan Pringga
karena kesibukan kami masing-masing. Ketika aku membuka akun facebookku, secara
tidak sengaja aku mendapati sebuah status dalam akun Pringga. Status tersebut
berupa foto dia dengan background daerah di luar negeri. Karena penasaran, aku
berikan koment pada status tersebut dan dia menjawab “Alhamdulillah, sam, aku
mendapat kepercayaan dari Allah untuk melanjutkan studi S2 di Monas Untiversity
Australia”. Subhanalaah, sungguh besar kuasamu Ya Allah kepada hambamu yang
bersungguh dalam bersujud kepadaMu. Mungkin ini adalah kekuatan dahsyat yang
Engkau berikan kepada dia yang bersungguh-sungguh. Bukan kekayaan harta,
kecerdasan yang luar biasa, atau kekuatan fisik, namun doa dan semangat
berjuang yang tidak mengenal menyerah. Teringat
akan kata-kata yang pernah dia ucapkan kepadaku ketika dia masih SMA.
“Sam, ketika aku lulus SMA nanti, aku akan
kuliah di perguruan tinggi di Indonesia, kemudian akan melanjutkan studiku di luar negeri”.
”Hai
anak anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya
dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah . Sesungguhnya tiada berputus
asa dari rahmat Allah , melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf ayat 87)
0 comments:
Post a Comment